Apakah Notaris berwenang membuat akta Adopsi Anak?
jawabannya TIDAK.
Sebagaimana difahami sebagaimana Pasal 15 ayat (1) UUJN disebutkan Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dan tentu kata-kata “SEPANJANG PEMBUATAN AKTA-AKTA ITU TIDAK JUGA DITUGASKAN ATAU DIKECUALIKAN KEPADA PEJABAT LAIN ATAU ORANG LAIN YANG DITETAPKAN UNDANG-UNDANG”, menjadi landasan utama bahwa Notaris tidak bisa membuat akta adopsi anak.
Lalu bagaimana Mekanisme Pengangkatan Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?
Pengaturan mengenai Proses pengangkatan anak di Indonesia diatur juga dalam dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, dinyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orangtua kandungnya.
Mengenai hak dan kewajiban secara umum adalah hak dan kewajiban yang ada antara anak dan orangtua baik secara agama, moral maupun kesusilaan.
UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana disebutkan dalam pasal 39, 40 dan pasal 41, Juncto UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan jelas menyebutkan ketentuan-ketentuan terkait hal tersebut dengan rincian Pasalnya adalah sebagai berikut:
Pasal 39 menyebutkan:
- Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.
2a. Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak. - Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.
- Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
4a. Dalam hal Anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat Anak tersebut harus menyertakan identitas Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4). - Dalam hal asal usul Anak tidak diketahui, agama Anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Pasal 40 Menyebutkan:
- Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.
- Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Pasal 41 menyebutkan:
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan Anak.
Di antara Pasal 41 dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 41A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41A
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaaan pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Lebih Lanjut Prosedur Pengangkatan Anak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Pengaturan mengenai Prosedur lebih lengkapnya tentang permohonan pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 yaitu dijelaskan dalam Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak terbitan Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak sebagai berikut:
a. Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
1) Surat penyerahan anak dari orang tua/walinya kepada instansi sosial;
2) Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota kepada Organisasi Sosial (orsos);
3) Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat;
4) Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri calon orang tua angkat;
5) Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat;
6) Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;
7) Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari Dokter Pemerintah;
Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan Dokter Psikiater;
9) Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja.
b. Permohonan izin pengangkatan anak diajukan pemohon kepada Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Ditulis tangan sendiri oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup;
2) Ditandatangani sendiri oleh pemohon (suami-istri);
3) Mencantumkan nama anak dan asal usul anak yang akan diangkat.
c. Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai penyerahan anak dan orang tua/wali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang disahkan oleh instansi sosial tingkat Kabupaten/Kota setempat, termasuk surat keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan (domisili anak berasal).
d. Proses Penelitian Kelayakan
e. Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) Daerah.
f. Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota bahwa calon orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan sebagai orang tua angkat.
g. Penetapan Pengadilan.
h. Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.
Bagaimana kedudukan anak angkat dalam Islam?
Pengangkatan anak secara mutlak, dalam arti mengambil anak orang lain dan dijadikannya seolah-olah anak sah memang dineka pada jaman jahiliah dan pada awal perkembangan Islam.
Nabi Muhamad SAW pun mempunyai seorang anak angkat laki-laki. Allah SWT kemudian berfirman dalam surat al-Ahzab : 4, 5 dan 40 yang menjelaskan kedudukan hukum anak angkat dalam keluarga orang tua angkatnya.
Anak angkat tidak menjadi anak kandung, sekalipun dalam kehidupan sehari-hari tampak demikian. Menempatkan anak angkat sebagai anak bapak kandungnya adalah lebih adil di sisi Allah.
Dengan demikian kedudukan anak angkat menurut hukum Islam tidak sama dengan atau tidak dapat dipandang sebagai anak kandung. Nasab mereka hanya dapat dipertalikan terhadap orang tua yang sebenarnya.
