Bagaimana proses pendaftaran tanah (pembuatan sertipikat) apabila pembuktian tidak lengkap?
Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 diatur bahwa dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Dalam penjelasan ayat ini disebutkan bahwa ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Terhadap hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya. Pembukuan hak terhadap tanah-tanah yang tidak lengkap alat buktinya tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;
b. Kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
c. Hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;
d. Telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;
e. Telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;
Mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Proses selanjutnya dari pengakuan hak tersebut adalah dilakukan dengan pengukuran, penelitian data yuridis dan pengumuman sebagaimana diberlakukan terhadap proses konversi di atas.
Kemudian dapat dilihat ketentuan yang diatur dalam:
-Pasal 12 PMA dan ATR/KBPN No. 1/2017 tentang percepatan PTSL menyebutkan:
1. Dalam hal bukti kepemilikan tanah masyarakat tidak lengkap atau tidak ada sama sekali maka dapat dilengkapi dan dibuktikan dengan surat pernyataan tertulis tentang penguasaan fisik bidang tanah dengan itikad baik oleh yang bersangkutan.
2. Unsur-unsur itikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari secara fisik menguasai, menggunakan, memanfaatkan dan memelihara tanah secara turun temurun dalam waktu tertentu dan/atau memperoleh dengan cara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Itikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan pernyataan dari pemohon yang menyatakan:
a. tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas
tanah yang dimiliki atau tidak dalam keadaan
sengketa; dan
b. tidak termasuk atau bukan merupakan aset
Pemerintah, aset Pemerintah Daerah, atau aset Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.
4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan:
a. disaksikan paling sedikit oleh 2 (dua) orang
saksi dari lingkungan setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar sebagai pemilik dan yang menguasai bidang tanah tersebut; dan
b. dibuat berdasarkan keterangan yang sebenar- benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun pidana, dan apabila di kemudian hari terdapat unsur-unsur ketidakbenaran dalam pernyataannya, bukan merupakan tanggung jawab Panitia Ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
5. Surat Pernyataan Tertulis tentang Penguasaan Fisik Bidang Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
-Demikian juga pengaturan dalam Pasal 22 Permen ATR/KBPN 6/2018 tentang PTSL:
(1) Untuk keperluan pembuktian hak, Panitia ajudikasi PTSL
melakukan penelitian data yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Dalam hal bukti kepemilikan tanah masyarakat tidak lengkap atau tidak ada sama sekali maka dapat dilengkapi dan dibuktikan dengan surat pernyataan tertulis tentang pemilikan dan/atau penguasaan fisik bidang tanah dengan itikad baik oleh yang bersangkutan.
(3) Unsur itikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kenyataan secara fisik menguasai, menggunakan, memanfaatkan dan memelihara tanah secara turun temurun dalam waktu tertentu dan/atau memperoleh dengan cara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Itikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan pernyataan pemohon/peserta Ajudikasi PTSL yang menyatakan:
1. tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah
yang dimiliki atau tidak dalam keadaan sengketa;
dan
2. tidak termasuk atau bukan merupakan:
1) aset Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; atau
2) Kawasan Hutan.
(5) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dengan ketentuan:
1. disaksikan paling sedikit oleh 2 (dua) orang saksi
dari lingkungan setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar sebagai pemilik dan yang menguasai bidang tanah tersebut; dan
2. dibuat berdasarkan keterangan yang sebenar- benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun pidana, dan apabila di kemudian hari terdapat unsur ketidakbenaran dalam pernyataannya bukan merupakan tanggung jawab Panitia Ajudikasi PTSL.
Pasal 96 PP 18/2021:
(1) Alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir maka alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian Hak Atas Tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.
Pasal 76A Permen ATR/KBPN 16/2021:
Alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perseorangan berupa Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir, Verponding Indonesia dan alat bukti bekas hak milik adat lainnya dengan nama atau istilah lain dinyatakan tidak berlaku setelah 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah berlaku.
2. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir maka:
a. alat bukti tertulis tanah bekas milik adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian Hak Atas Tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah; dan
b. status tanah tetap tanah bekas milik adat.
3.Pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mekanisme pengakuan hak.
4. Permohonan pengakuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan surat pernyataan penguasaan fisik dari pemohon dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana yang menyatakan bahwa:
a. tanah tersebut adalah benar milik yang bersangkutan bukan milik orang lain dan statusnya merupakan tanah bekas milik adat bukan Tanah Negara;
b. tanah tersebut telah dikuasai secara fisik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;
c. penguasaan tanah dilakukan dengan iktikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah;
d. tidak terdapat keberatan dari pihak lain atas tanah yang dimiliki dan/atau tidak dalam keadaan sengketa;
e. tidak terdapat keberatan dari pihak Kreditur dalam hal tanah dijadikan jaminan sesuatu utang; dan
f. bukan merupakan aset Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan tidak berada dalam Kawasan Hutan.
5. Unsur iktikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri dari kenyataan secara fisik menguasai, menggunakan, memanfaatkan dan memelihara tanah secara terus-menerus dalam waktu tertentu dan/atau memperoleh dengan cara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan.
6. Surat pernyataan penguasaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan ketentuan:
a. disaksikan paling sedikit oleh 2 (dua) orang saksi dari lingkungan setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan merupakan benar sebagai pemilik dan yang menguasai bidang tanah tersebut; dan
b. dibuat berdasarkan keterangan yang sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara perdata maupun pidana apabila di kemudian hari terdapat unsur ketidakbenaran dalam pernyataannya.
7. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
-Sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia menurut PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu Ada 2 (dua) macam sistem pendaftaran tanah yang digunakan:
1.sistem pendaftaran hak (registration of title);
2.sistem pendaftaran akta (registration of deeds).
Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh pejabat pendaftaran tanah (PPT).
Sikap dari PPT dalam sistem ini pasif, dan tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Sistem ini memiliki kekurangan-kekurangan antara lain membutuhkan waktu lama untuk memperoleh data yuridis.
Sistem pendaftaran tanah yang lebih sederhana dan dimungkinkan orang memperoleh keterangan-keterangan dengan cara yang mudah. Sistem pendaftaran tanah ini dikenal dengan nama registration of title atau lebih dikenal dengan sistem Torrens. Dalam sistem ini bukan aktanya yang didaftar tetapi hak-hak yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Berbeda dengan sistem pendaftaran akta, sistem ini pejabat pendaftaran tanah (PPT) bersifat aktif. Sistem pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak (registration of titles) dengan mengikutsertakan prinsip negatif, publisitas, legal kadaster, dan spesialitas. Prinsip negatif maksudnya bahwa segala hal yang tercantum dalam sertipikat tanah dianggap benar setelah dibuktikan di muka sidang pengadilan. Dengan kata lain, seseorang yang sudah terdaftar haknya dan telah memperoleh sertipikat hak atas tanah belum dianggap sebagai pemilik mutlak. Sehingga kalau ada yang lain yang dapat membuktikan hak atas tanah
tersebut di depan pengadilan dan diputuskan menang, maka dia dapat meminta pejabat terkait di BPN untuk membalik nama hak atas namanya.
Ciri pokok dari sistem negatif ini adalah bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak menjadi jaminan saat pendaftaran hak atas tanah. Buku tanah bisa saja berubah sepanjang dapat membuktikan bahwa dialah pemilik yang sebenarnya melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengadilanlah yang memutuskan alat pembuktian mana yang benar.
Stelsel pendaftaran tanah yang dianut di Negara Indonesia adalah stelsel pendaftaran tanah negatif bertendensi positif, artinya walaupun terdapat tanda bukti pemilikan hak atas tanah (sertifikat) yang mempunyai kekuatan hukum tetapi masih dimungkinkan untuk di persoalkan (dibatalkan) oleh pihak lain yang mempunyai alasan hukum yang kuat melalui sistem peradilan hukum tanah Indonesia.
Dengan sistem ini, keterangan-keterangan yang ada, apabila ternyata tidak benar, maka dapat diubah dan dibetulkan. Bukti kepemilikan tanah bersifat kuat tetapi tidak mutlak, ini sebagai konsekuensi dianutnya stelsel pendaftaran negatif yang bertendensi ke positif. Sistem ini dianut Indonesia karena hukum pertanahannya masih berdasarkan hukum adat yang bersifat negatif tetapi data yang dihasilkan akurat (positif). Kelemahannya adalah tidak memenuhi kepastian hukum secara sempurna.
Notaris
Noor Rohmat S,H. MK,n
